30 Aug 2019
Bolehkah Kepemilikan Cross Holding / Saham Silang Dalam Perseroan ?
Dalam Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, mengatur mengenai kewajiban Perseroan terhadap modal dan saham Perseroan. Penyetoran atas modal saham dapat dilakukan dalam berbagai bentuk, dapat berbentuk uang dan/atau dalam bentuk lainnya. Kepemilikan saham di Perseroan dapat dimiliki dengan berbagai cara, salah satunya melalui kepemilikan saham silang atau yang lebih dikenal dengan Cross Holding.
Kepemilikan saham silang atau Cross Holding diatur dalam Pasal 63 Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Pada prinsipnya, saham yang dikeluarkan oleh Perseroan merupakan suatu upaya Perseroan untuk mengumpulkan modal, namun dalam Pasal ini menyatakan bahwa Perseroan dilarang untuk mengeluarkan saham baik untuk dimiliki sendiri maupun dimiliki oleh Perseroan. Cross Holding terjadi apabila Perseroan memiliki saham yang dikeluarkan oleh Perseroan lain yang memiliki saham Perseroan tersebut, baik secara langsung maupun secara tidak langsung.
Cross Holding terbagi menjadi dua, yaitu:
- Cross Holding secara langsung terjadi apabila Perseroan pertama memiliki saham pada Perseroan kedua tanpa melalui kepemilikan pada “Perseroan perantara” atau lebih dan Perseroan kedua memiliki saham pada Perseroan pertama.
- Cross Holding secara tidak langsung terjadi apabila Perseroan pertama memiliki atas saham pada Perseroan kedua melalui kepemilikan saham pada “Perseroan perantara” atau lebih dan sebaliknya memiliki saham pada Perseroan pertama.
Namun Perseroan tetap diperbolehkan memiliki saham melalui Cross Holding ini apabila Cross Holding diperoleh melalui adanya peralihan karena hukum, hibah, atau hibah wasiat sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 36 ayat (2) Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Hal ini dikarenakan apabila diperoleh melalui adanya peralihan karena hukum, hibah, atau hibah wasiat tidak ada pengeluaran saham yang memerlukan setoran dana dari pihak lain, sehingga hal ini tidak melanggar ketentuan sebagaimana dimaksudkan dalam Pasal 36 ayat (1) UU PT.
Dalam Pasal 36 ayat (3) UU PT menjelaskan kembali ketentuan apabila Cross Holding yang diperoleh melalui peralihan karena hukum, hibah, atau hibah wasiat tersebut harus dialihkan kepada pihak lain yang tidak dilarang memiliki saham dalam Perseroan dalam jangka waktu 1 (satu) tahun setelah tanggal perolehan itu.
Lantas bagaimana jika Perseroan tersebut tidak melakukan peralihan kepada pihak lain yang tidak dilarang? Pasal 158 UU PT menjelaskan mengenai sanksi yang akan dikenakan terhadap Perseroan yang tidak melakukan peralihan dalam jangka waktu tersebut diatas.
Oleh sebab itu, sebaiknya bagi para pemilik Perseroan yang secara sengaja ataupun tidak sengaja di dalam investasi kepemilikan Perseroan atau saat Perseroan dimiliki oleh pihak lain harus berhati-hati jika ada skema Cross Holding tersebut. Dengan demikian alangkah baiknya saat sudah atau sebelum terjadinya Cross Holding, hubungilah Konsultan Hukum yang anda percayai sehingga tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan di kemudian hari.
Best Regards,
Marina Ery Triatmi, S.H. (Staff)
marina.kan@tax-legal.id / +62 896 0248 5943
Nur Hakim, S.H., M.H., C.L.A. (Partner)
hakim.kan@tax-legal.id / +62 813 8015 1334
Read Other Updates
-
Dampak Omnibus Law Merubah Konsep Perizinan Di Indonesia Menjadi Mudah
11 Dec 2020
-
Likuidasi Menjadi Salah Satu Pilihan Perseroan akibat Dampak Pandemi Covid-19
14 Aug 2020
-
Penerbitan Dukungan Visa Bisnis dan Visa Kerja dari BKPM untuk TKA di Masa Pandemi COVID-19
06 Jul 2020
-
Kewajiban Penyampaian Laporan Keuangan Tahunan Perusahaan Secara Online
11 Jun 2020
-
Kemudahan Mengurus Izin Lokasi Dalam Rangka Penanaman Modal
03 Jun 2020
-
Kemudahan Mengajukan Beragam Perizinan Secara Online Lewat Situs Jakevo
21 May 2020
-
Layanan Perizinan Tenaga Kerja Asing Di Kementerian Ketenagakerjaan Dihentikan Untuk Sementara
22 Apr 2020
-
Covid-19 Tidak Menghilangkan Kewajiban Laporan Realisasi Investasi Ke BKPM
15 Apr 2020