10 Mar 2020
Pengangkatan Direksi Yang Cacat Hukum
Tumbuh dan berkembangnya tatanan ekonomi makro di Indonesia saat ini tidak terlepas dari peran pelaku usaha melalui wadah perusahaan. Perusahaan berperan dalam menumbuhkan dan menciptakan kondisi ekonomi masyarakat secara keseluruhan. Salah satu badan usaha berbadan hukum yang paling banyak dipilih sebagai badan usaha oleh kalangan pelaku bisnis adalah Perseroan Terbatas (PT) yang selanjutnya disebut Perseroan, dikarenakan Perseroan Terbatas memiliki sifat yang lebih dinamis dan terbuka menjadikan proses transformasi kepemilikan modal melalui mekanisme jual beli saham menjadi lebih mudah.
Organ Perseroan pada umumnya terdiri dari Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), Dewan Komisaris, dan Direksi. Organ-organ tersebut masing-masing memiliki kewenangan yang berbeda seperti yang telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.
Sesuai dengan UU PT Pasal 94 ayat (1) “Anggota Direksi diangkat oleh RUPS”, yakni dengan adanya hubungan hukum antara Direksi dengan perusahaan yaitu kesepakatan pengangkatan direksi dan organ-organ perseroan yang dituangkan di dalam Akta sesuai Keputusan RUPS, bukan dalam Perjanjian Kerja sebagaimana disebutkan dalam Hukum Ketenagakerjaan. Hal ini yang membedakan Direksi dengan Pekerja, dimana Pekerja memiliki hubungan kerja dengan perusahaan yang dibuktikan dengan adanya Perjanjian Kerja, sehingga lebih ke arah hubungan antara pemberi kerja dengan penerima kerja/pekerja (hubungan atasan dan bawahan).
Direksi yang diangkat melalui keputusan RUPS, maka konsekuensinya direksi hanya bisa diberhentikan juga melalui RUPS, oleh karena itu hubungan antara direksi dengan perusahaan tidak melahirkan hubungan kerja, jadi dalam hal ini direksi bukanlah karyawan karena kewenangan yang diembannya bukan diatur berdasarkan perintah kerja, tetapi berdasarkan kepercayaan para pemegang saham perusahaan yang dberikan melalui Keputusan RUPS, sehingga sifatnya sejajar dengan organ perusahaan yang lainnya yaitu RUPS dan Dewan Komisaris.
Namun demikian, ketentuan di atas tidak serta-merta dipahami oleh para pemilik perseroan di Indonesia, karena pada kenyataannya banyak pemilik perseroan yang memberikan legalitas ganda kepada para direksinya, yaitu selain tercantum di akta pendirian dan perubahannya, para Pemegang Saham atau pemilik perusahaan juga membuat kesepakatan lain dengan para direksinya dengan perjanjian-perjanjian yang secara hukum tidak diperlukan.
Dengan demikian jika ada seorang Direksi yang namanya tercantum dalam Akta Perseroan juga terikat perjanjian dengan perseroan/Pemegang Saham, maka perjanjian tersebut dapat menimbulkan permasalahan hukum di kemudian hari. Oleh sebab itu sebaiknya berhati-hati dalam menentukan kebijakan perseroan agar supaya hal-hal yang tidak diinginkan tidak terjadi, atau jika anda mengalami kesulitan dalam hal melakukan pengurusan tersebut maka anda dapat mengkonsultasikannya dengan konsultan hukum yang anda percayai.
Best Regards,
Desy Yuliani, S.H. (Staff)
desy.kan@tax-legal.id / +62 813 1876 0163
Kresna Wahyu, S.H. (Staff)
kresna.kan@tax-legal.id / +62 812 1041 8743
Nur Hakim, S.H., M.H., C.L.A. (Partner)
hakim.kan@tax-legal.id / +62 813 8015 1334
Read Other Updates
-
Dampak Omnibus Law Merubah Konsep Perizinan Di Indonesia Menjadi Mudah
11 Dec 2020
-
Likuidasi Menjadi Salah Satu Pilihan Perseroan akibat Dampak Pandemi Covid-19
14 Aug 2020
-
Penerbitan Dukungan Visa Bisnis dan Visa Kerja dari BKPM untuk TKA di Masa Pandemi COVID-19
06 Jul 2020
-
Kewajiban Penyampaian Laporan Keuangan Tahunan Perusahaan Secara Online
11 Jun 2020
-
Kemudahan Mengurus Izin Lokasi Dalam Rangka Penanaman Modal
03 Jun 2020
-
Kemudahan Mengajukan Beragam Perizinan Secara Online Lewat Situs Jakevo
21 May 2020
-
Layanan Perizinan Tenaga Kerja Asing Di Kementerian Ketenagakerjaan Dihentikan Untuk Sementara
22 Apr 2020
-
Covid-19 Tidak Menghilangkan Kewajiban Laporan Realisasi Investasi Ke BKPM
15 Apr 2020