28 Mar 2019
Kontrak Sebagai Perlindungan Dalam Bertransaksi
Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UUPK) diundangkan di Indonesia sebagai upaya menjamin adanya kepastian hukum untuk memberikan perlindungan dalam hubungan antara pelaku usaha dan konsumen. Telah hampir 20 tahun UUPK diundangkan di Indonesia, namun Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) mencatat sedikitnya ada 403 aduan konsumen sepanjang tahun 2018. Hal ini menjadi salah satu tolak ukur masih rendahnya tingkat kesetaraan hak dan kewajiban antara konsumen dengan pelaku usaha.
Perjanjian/kontrak yang seharusnya menjadi pelindung dalam menjaga kesetaraan hak dan kewajiban antara konsumen dengan pelaku usaha dalam bertransaksi, namun seolah-olah mengalami kemerosotan fungsi dalam dunia bisnis yang semakin dinamis. Penggunaan kontrak baku menjadi salah satu cara dalam mempercepat tingkat pertumbuhan ekonomi dan daya beli masyarakat. Kontrak baku (Standard Form Contract) adalah perjanjian yang telah ditetapkan terlebih dahulu secara sepihak oleh pelaku usaha yang akan mengikat dan wajib dipenuhi oleh konsumen. Sering kali konsumen tidak memahami klausula-klausula yang tertuang dalam kontrak/perjanjian yang dibuat di antara para pihak, namun tetap disepakati oleh konsumen akibat ketidaksetaraan derajat antara pelaku usaha dan konsumen yang terjadi dalam dunia bisnis dan bertransaksi.
Pasal 18 UUPK telah mengatur batasan-batasan dalam suatu perjanjian/kontrak baku, namun dalam prakteknya masih banyak pelanggaran yang dilakukan oleh pelaku usaha. Penggunaan ungkapan yang sulit dimengerti, klausula yang sulit terlihat/kecil, larangan pengembalian/penyerahan kembali barang yang telah dibeli, dan masih banyak lagi pelanggaran-pelanggaran yang kerap dilakukan oleh pelaku usaha. Pelaku usaha harus menyadari bahwa hak-hak konsumen diatur dan dilindungi oleh Undang-Undang. Pelaku usaha harus memahami kedudukannya dalam melakukan suatu transaksi bahwa pelaku usaha dan konsumen ada dalam satu derajat yang sama, artinya pelaku usaha dan konsumen dapat menambahkan/mengurangi klausula-klausula dalam suatu perjanjian yang akan disepakati. Dengan demikian Pelaku Usaha diharapkan lebih berhati-hati dalam membuat kesepakatan/perjanjian agar tidak melanggar ketentuan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
Best Regards,
Louis Iskandar, S.H. (Staff)
louis.kan@tax-legal.id / +62 822 4025 6110
Nur Hakim, S.H., M.H., C.L.A. (Partner)
hakim.kan@tax-legal.id / +62 813 8015 1334
Read Other Updates
-
Dampak Omnibus Law Merubah Konsep Perizinan Di Indonesia Menjadi Mudah
11 Dec 2020
-
Likuidasi Menjadi Salah Satu Pilihan Perseroan akibat Dampak Pandemi Covid-19
14 Aug 2020
-
Penerbitan Dukungan Visa Bisnis dan Visa Kerja dari BKPM untuk TKA di Masa Pandemi COVID-19
06 Jul 2020
-
Kewajiban Penyampaian Laporan Keuangan Tahunan Perusahaan Secara Online
11 Jun 2020
-
Kemudahan Mengurus Izin Lokasi Dalam Rangka Penanaman Modal
03 Jun 2020
-
Kemudahan Mengajukan Beragam Perizinan Secara Online Lewat Situs Jakevo
21 May 2020
-
Layanan Perizinan Tenaga Kerja Asing Di Kementerian Ketenagakerjaan Dihentikan Untuk Sementara
22 Apr 2020
-
Covid-19 Tidak Menghilangkan Kewajiban Laporan Realisasi Investasi Ke BKPM
15 Apr 2020